POLMAN SULBARTODAY – Penggiat anti-korupsi, Irfan kali ini menyoroti proyek pembangunan Gedung Cadika berlokasi di Kelurahan Madatte Kabupaten Polewali Mandar yang dikerjakan pada tahun 2023.
Proyek yang menelan anggaran sebesar Rp. 1.462.318.0000 (Satu Milyar Empat Ratus Enam Puluh Dua Juta Tiga Ratus Delapan Belas Ribu Rupiah) yang bersumber dari satuan kerja Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Dispop) ini dinilai tidak sesuai dengan kondisi bangunan saat ini.

Menurut Irfan, bangunan Gedung Cadika saat ini tampak mengalami kerusakan di berbagai bagian, seperti dinding yang mulai retak, cat yang terkelupas, serta papan nama yang sudah tidak utuh.
Ia juga menyoroti adanya dugaan kesalahan dalam proses tender, di mana meskipun terdapat kesalahan dokumen, pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tetap melanjutkan proses lelang hingga memenangkan CV Wahyu sebagai pelaksana proyek.
“Kami melihat ada kesalahan administrasi dalam dokumen tender, yang seharusnya bisa menjadi alasan untuk membatalkan lelang. Namun, lelang tetap dilanjutkan dan CV Wahyu yang akhirnya menang,” ujar Irfan, Rabu (12/3/25).
Selain itu, Irfan mencatat adanya kerugian daerah dalam proyek ini.
Tahun 2024. Berdasarkan data yang dihimpun Irfan, tercatat sekurangnya Rp. 30 juta yang menjadi temuan BPK belum dikembalikan. Ia menyebut bahwa perkara ini telah sampai di meja Kejari Polman.
Irfan mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti permasalahan ini.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, Sukri, saat dikonfirmasi mengakui adanya kesalahan administrasi dalam dokumen tender. Namun, ia menegaskan bahwa kesalahan tersebut bukanlah hal yang bersifat material.
“Kesalahan administrasi itu terkait penggunaan kop surat. Dokumen yang digunakan masih menggunakan kop PU, padahal anggaran proyek ini melekat di Dispop,” jelasnya.
Terkait kondisi bangunan yang sudah mengalami kerusakan, Sukri menyatakan bahwa pihaknya
segera meminta kontraktor atau pelaksana untuk melakukan perbaikan. Namun, ia juga mengungkapkan bahwa pelaksana proyek masih menghadapi kendala finansial karena pembayaran dari Pemkab belum sepenuhnya terealisasi.
“Hingga saat ini, baru sekitar 60 persen yang sudah dibayarkan, sementara 40 persen sisanya masih terhutang di Pemkab kalau dirupiahkan masih ada belum terbayarkan sekitar Rp. 400 juta. Ini yang menyebabkan pelaksana kesulitan melakukan pemeliharaan karena masih memiliki tunggakan di toko bangunan,”jelasnya.
Menanggapi temuan hasil audit BPK, Sukri membenarkan hal tersebut ia menjelaskan bahwa seharusnya dana tersebut sudah dipotong dari pembayaran proyek sesuai perjanjian dengan Kabag Keuangan saat itu, Mukim. Namun, karena masih ada sisa pembayaran yang belum dilakukan, proses pemotongan untuk temuan BPK pun tertunda.
“Dihitung itu progres hingga 31 Desember 2023 , ternyata waktu itu progres pekerjaan 68% di cut disitu oleh BPK dan yang terbayar waktu itu baru 60% diantaranya uang muka dan termin pertama.
“Nah BPK Berhitung 68% Progres pekerjaan dikurang 60% Pencairan, otomatis pada saat itu hutang Pemda untuk di 2023 108 juta .
“Seharusnya dana tersebut sudah dipotong dari pembayaran proyek temuan BPK sesuai perjanjian dengan Kabag Keuangan saat itu namun tertunda karena belum dibayarkan”ungkap Sukri”.
Adapun terkait proses tender yang memenangkan CV Wahyu, Sukri menegaskan bahwa penentuan pemenang bukan berada di ranahnya, melainkan menjadi kewenangan Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP).
Kasus ini pun masih menjadi perhatian, terutama terkait dugaan kerugian daerah dan kondisi bangunan yang dinilai tidak sesuai dengan anggaran yang telah dikucurkan.
Irfan berharap agar pihak terkait dapat segera mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan permasalahan ini.